Tuesday 2 December 2014

Batu Alam

A. Pengertian 
Batu alam adalah semua bahan yang menyusun kerak bumi dan merupakan suatu agregat mineral-mineral yang telah mengeras akibat proses secara alami seperti, membeku, pelapukan, mengendap dan adanya  proses kimia.
Unsur-unsur  yang  membentuk  batuan  yang  merupakan  lapisan 
(kerak) luar bumi :
  • Oksigen (O2)          : 49,4 %
  • Silisium (Si)           : 25,4 %
  • Aluminium (Al)     : 7,5 %
  • Besi ( Fe )              : 4,7 %
  • Kalsium (Ca)         : 3,4 %
  • Natrium (Na)         : 2,6 %
  • Kalium (K)            : 2,4 %
  • Magnesium (Mg)   : 2,0 %

B. Siklus Terbentuknya Batu Alam


C. Jenis-jenis Batu Alam

Menurut proses kejadiannya :

Batuan  Beku,  yaitu  batuan  alam   yang  terjadi  karena  magma yang  berasal  dari  inti  bumi   mendapat  tekanan  dalam  keadaan panas sekali dan keluar  dalam bentuk cair ke permukaan bumi. Karena  pengaruh  udara  dingin,  cairan  ini  membeku  menjadi batu.  Batuan  ini  biasanya  berupa  batu  gunung  yang  massif  dan tebal  lapisannya.  Contoh  batuan  beku  adalah  :  obsidian,  perlit, Andesit, basalt, dll.

Batuan Sedimen (batuan lapisan/endapan),  yaitu batuan karena pengerasan,  pengaruh  cuaca,  terbawa  arus  sungai  kemudian terendapkan  pada  dasar  sungai,  danau  atau  laut.  Contoh  batuan sedimen adalah : kapur (batu gamping), batu bara, batu karang, dll. 
Batuan  metamorf  (  batuan  alihan/batuan  ubahan),  yaitu  batuan sediment yang terkena pengaruh panas dan tekanan yang cukup beasr  sehingga  terjadi  perubahan  pada  bentuk  dan  komposisi. Contoh batuan metamorf adalah : batu bara menjadi intan, batu marmer, batu sabak, antrasit, dll.

Batuan Robohan, yaitu semacam batuan lapisan yang terdiri dari bermacam mineral kontak. Contoh : pasir, kerikil, batu kali, batu cadas, batu paras, dll.
Menurut tegangannya :
Batu lunak ( 4 kg/cm2 –  8 kg/cm2), yaitu batu alam yang mudah digali dan dipatahkan dengan tangan. Batu ini mengalami proses pelapukan dan banyak mengandung retakan.

Batu  sedang  (  8  kg/cm2 –  18  kg/cm2),  batuan  alam  ini  sukar digali  dengan  peralatan  tangan.  Bagian  pecahan/patahan  tidak dapat  dipatahkan  dengan  tangan  tetapi  mudah  dihancurkan dengan palu. 

Batu keras ( 16 kg/cm2 – 50 kg/cm2), yaitu batu alam yang hanya dapat  digali  dengan  memakai  bagan  peledak.  Batu  ini  tidak banyak mengandung retakan.

Contoh batu alam :
a)  Batu Gamping (termasuk batuan sedimen)
Secara  kimia  batu  gamping  terdiri  atas  kalsium  karbonat (CaCO3). Selain kalsium karbonat, di alam juga sering dijumpai batu gamping yang mengandung magnesium.
Batu  gamping  ada  yang bersifat  padat,  keras  dan  massif.  Ada juga batu gamping yang bersifat porous.
Pada  umumnya  deposit  batu  gamping  ditemukan  dalam  bentuk bukit.  Oleh  sebab  itu  teknik  penambangannya  dilakukan  dalam bentuk tambang terbuka.
Batu gamping yang dikalsinasi ( dipanaskan pada suhu 600°C  -900°C)  akan  menjadi  kapur  tohor  dan  kapur  padam.  Kapur  ini digunakan  sebagai  bahan  perekat  hidrolis  pada  adukan/spesi. Batu  gamping  juga  merupakan  bahan  baku  pembuatan  semen Portland.

Gambar Batu Gamping/Kapur

b)  Dolomit
Terjadi karena proses peresapan unsure magnesium dari air laut ke dalam batu gamping.
Berfungsi seperti batu gamping.

Gambar Batu Dolomit

c)  Marmer
Merupakan hasil metamorfose dari batu gamping. Bersifat tahan terhadap cuaca, mudah dikerjakan, tidak tahan asam.
Digunakan untuk pelapis dinding dan lantai.

Gambar  Batu Marmer

d)  Gipsum
Ditemukan dalam bentuk lembaran pipih, kristal, serabut di daerah batu gamping.
Gipsum hasil penambangan diolah dengan cara dipanaskan sehingga berbentuk tepung gips.
Digunakan  untuk  bahan  tambah  semen  portlad,  untuk  plafond  dan partisi.

Batu Gipsum

e)  Tras 
Disebut  juga  sebagai  posolan,  terbentuk  dari  batuan  vulkanik  yang banyak  mengandung  feldspar  dan  silika  seperti  andesit  dan  granit yang  telah  mengalami  pelapukan  lanjut. Akibat  proses  pelapukan feldspar akan berubah menjadi  mineral lempung/kaolin dan senyawa silika amorf.
Bila  dicampur  dengan  kapur  tohor  dan  air  akan  mempunyai  sifat seperti semen.
Digunakan sebagai bahan pengikat pada adukan, tras dapat dicetak untuk membuat batako.


Gambar Tanah Trass

f)  Andesit dan basalt
Merupakan  jenis  batuan  beku  luar  (hasil  pembekuan  magma  di permukaan bumi).
Bersifat massif, keras, tahan terhadap hujan, mempunyai berat jenis 2,3-2,7, kuat tekan 600 – 2400 kg/cm2.
Digunakan  untuk  pondasi,  penutup  lantai,  dinding.  Apabila dipecah/dihancurkan  dengan  palu  atau  crusher  dengan  ukuran tertentu menjadi batu pecah (kerikil) dan pasir yang digunakan untuk bahan campuran beton dan jalan.


Gambar Batu Andesit


Gambar Batu Basalt

g)   pasir gunung api
Merupakan  bahan  lepas  berbentuk  butiran  pasir  yang  dihasilkan pada  saat  gunung  api  meletus.  Pada  saat  turun  hujan  di  puncak gunung, maka tupukan pasir akan lonsor terbawa air ke sungai.
Digunakan sebagai bahan pengisi pada campuran beton, adukan, dll.

Gambar  Pasir Gunung
h)  Granit dan diorit.
Merupkan  batuan  beku  dalam  yang  terjadi  dari  proses  pembekuan magma di dalam kulit bumi.
Bersifat keras, tahan cuaca dan asam, sukar dikerjakan, mempunyai kuat tekan 1000 – 2500 kg/cm2, dengan berat jenis 2,6 – 2,7.
Digunakan untuk pelapis dinding dan lantai. 

Gambar Batu Granit

Gambar Batu Diorit

D. Sifat-sifat Fisik Batu Alam dan Pengujiannya

a. Sifat Fisik batu alam untuk bangunan
Mempunyai kuat tekan dan kuat lentur yang tinggi.
Keras dan tidak mudah hancur.
Daya serap air relative kecil.
Tahan terhadap pengaruh cuaca.
Tahan terhadap keausan.

b. Pengujian Batu Alam, meliputi :
Analisa  Petrografi,  analisa  batuan  secara  mikroskopis  untuk mengetahui  jenis,  tekstur, struktur  komposisi  mineral  dan  nama batuan.
Analisa  kimia,  analisa  batuan  secara  kimia  untuk  mengetahui komposisi kimia batuan.
Analisa  defraktometer  sinar  X, digunakan  pada  batuan  yang berbutir  sangat  halus seperti  tanah  liat  untuk  mengetahui  unsur kimianya.
Analisa  besar  butir,  dilakukan  dengan  cara  diayak  menggunakan ayakan berjenjang yang mempunyai ukuran tertentu.
Analisa berat jenis (bulk density),  dilakukan dengan cara : batuan dipanaskan dalam oven pada suhu 100°C selama 24 jam, kemudian didinginkan  pada  suhu  kamar.  Batuan  ditimbang  beratnya  dan diukur volumenya. Berat jenis batuan diperoleh dengan membagi berat dengan volume.
Pengujian Daya serap air pada batuan.
Pengujian  ketahanan  batuan  terhadap  pelapukan,  untuk mengetahui  seberapa  jauh  pengaruh  reaksi  kimia  unsur-unsur alkali  (K  dan  Na)  pada  batuan.  Unsur-unsur  ini  apabila prosentasenya  tinggi,  akan  merugikan  bila  digunakan  untuk agregat pada konstruksi bangunan. 
Pengujian ketahanan batuan terhadap keausan, ketahanan batauan terhadap aus ini diartikan sebagai sifat daya tahan batuan terhadap penggosokan bahan lain. Pengujian dilakukan menggunakan bolabola baja yang terdapat pada mesin LOS ANGELES.
Pengujian  Kuat  Tekan  Bebas.  Untuk  mencegah  kerusakan konstruksi  akibat  beban  yang  bekerja,  maka  agregat  harus  cukup kuat  menahan  tekanan.  Kuat  tekan  batuan  adalah  kemampuan batuan  dalam  menahan  beban  yang  diberikan  sehingga  batuan tersebut pertama kali mengalami deformasi.

E. Syarat Mutu Batu Alam Untuk Bangunan


F. Pemeliharaan Interior dan Eksterior Bangunan

 1. Pemeliharaan Bangunan 

Maintenance atau pemeliharaan pada bangunan dimaksudkan sebagai gabungan dari tindakan teknis dan administratif yang dimaksudkan untuk mempertahankan, dan memulihkan fungsi bangunan sebagai mana yang telah direncanakan sebelumnya. Keberhasilan suatu bangunan dinilai dari kemampuan bangunan untuk ada pada kondisi yang diharapkan, yang dipengaruhi oleh beberapa persyaratan, antara lain: 
1. persyaratan fungsional adalah persyaratan yang terkait dengan fungsi bangunan. Setiap bangunan memiliki persyaratan fungsional umum dan khusus yang perlu dipenuhi. 
2. persyaratan performance 
Masing-masing bangunan memiliki persyaratan performance bangunan yang sangat spesifik. 
Performance bangunan mencakup banyak aspek, mulai dari performance fisik luar bangunan, sampai pada elemen-elemen Mechanical & Electrical (ME). Tindakan pemeliharaan bangunan sangat ditentukan oleh tuntutan performance yang terkait dengan fungsi bangunan. 
3. Persyaratan Menurut Undang-undang 
Persyaratan menurut undang-undang merupakan persyaratan bangunan yang tidak bisa diabaikan, karena menyangkut regulasi dan legalitas. 
4. persyaratan menurut user 

Persyaratan menurut user biasanya berkaitan dengan kenyamanan. Kenyamanan user merupakan ukuran keberhasilan suatu bangunan. Biasanya bangunan yang memiliki persyaratan user adalah bangunan-bangunan sewa dan bangunan-bangunan umum.
Idealnya, pada tahap desain, perencana telah menyusun kriteria-kriteria untuk menghasilkan suatu performansi tertentu sehingga aktifitas pemeliharaan yang dilakukan selama masa operasi gedung akan lebih efektif. Namun seringkali kriteria-kriteria semacam itu tidak dibuat sehingga menimbulkan kesulitan dalam menentukan program pemeliharaan sampai tahap pelaksanaannya. 
Kegiatan pemeliharaan bangunan meliputi berbagai aspek yang bisa dikategorikan dalam 4 kegiatan, yaitu: 
o Pemeliharan rutin harian. 
o Rectification (perbaikan bangunan yang baru saja selesai) 
o Replacement (penggantian bagian yang berharga dari bangunan) 
o Retrofitting (melengkapi bangunan sesuai kemajuan teknologi) 

Secara sederhana, pemeliharaan bangunan dapat diklasifikasikan menjadi 2 macam yaitu: pemeliharaan rutin dan pemeliharaan remedial/perbaikan. 
a. Pemeliharaan Rutin 
Pemeliharaan rutin adalah pemeliharaan yang dilaksanakan dengan interval waktu tertentu untuk mempertahankan gedung pada kondisi yang diinginkan/sesuai. (Chanter Barrie & Swallow Peter, 1996, h.119 ). Contohnya pengecatan dinding luar 2 tahunan, pengecatan interior 3 tahunan, pembersihan dinding luar dll. Jenis pekerjaan pemeliharaan rutin juga berupa perbaikan atau penggantian komponen yang rusak, baik akibat proses secara alami atau proses pemakaian. 
Pada pemeliharaan rutin sangat penting untuk menentukan siklus pemeliharaan. Siklus pemeliharaan ditentukan berdasarkan data fisik gedung dan equipment yang cukup dalam bentuk dokumentasi, manual pemeliharaan maupun catatan pengalaman dalam pekerjaan pemeliharaan sebelumnya. Sehingga rencana program pemeliharaan, jenis pekerjaan dan anggaran dapat segera dibuat. 

Kendala-kendala yang terdapat pada pemeliharaan rutin adalah : 
1. Pemilik/owner 
Seringkali para pemilik gedung tidak melaksanakan program pemeliharaan yang sudah dibuat, bahkan cenderung memperpanjang interval pemeliharaan dengan tujuan mengurangi beban biaya pemeliharaan agar keuntungan yang didapat lebih besar. Padahal dengan tertundanya jadwal pemeliharaan rutin akan mengakibatkan bertumpuknya kualitas kerusakan ( multiplier effect ) yang akhirnya membutuhkan biaya perbaikan yang jauh lebih besar. 
2. Kurangnya data dan pengetahuan 
Seringkali pemeliharaan rutin tidak dapat dilakukan akibat kurangnya data baik manual, sejarah pemeliharaan maupun dokumentasi. Disamping itu juga kekurangan pengetahuan dari personil pengelola gedung baik tingkat manajerial maupun pelaksana mengakibatkan program pemeliharaan dan pelaksanaannya kurang optimal. 
b. Pemeliharaan Remedial 
Pemeliharaan remedial adalah pemeliharaan perbaikan yang diakibatkan oleh: 
1. Kegagalan teknis/manajemen bisa terjadi pada tahap konstruksi maupun tahap pengoperasian bangunan. 
2. Kegagalan konstruksi dan desain, dalam hal ini faktor desain dan konstruksi berhubungan erat. Kesalahan dalam pemilihan bahan bangunan dan kesalahan dalam pelaksanaan atau pemasangan. 
3. Kegagalan dalam pemeliharaan yang disebabkan oleh : Program pemeliharaan rutin yang dibuat tidak memadai, Program perbaikan yang tidak efektif, Inspeksi-Inspeksi yang tidak dilaksanakan dengan baik, dan Data-data pendukung pemeliharaan yang tidak mencukupi. 

Secara lebih luas, kegiatan pemeliharaan dapat diklasifikasikan menjadi: 
1. Pemeliharaan terencana / planned 
2. Pemeliharaan tidak terencana / unplanned 
c. Pemeliharaan Bangunan Berlantai Banyak 
Pada bangunan berlantai banyak yang disewakan, terdapat 3 pihak yang berke-pentingan dalam menentukan performance bangunan, yaitu: 
Masing-masing pihak memiliki tuntutan performance berbeda. Mengingat kompleksitas peker-jaan yang sangat besar, maka manajemen pemeliharaan da-lam gedung bertingkat tinggi biasanya dilakukan oleh se-buah organisasi pemeliharaan yang disebut organisasi pemeliharaan gedung. 
Organisasi pemeliharaan pada gedung perkantoran biasanya masuk dalam organisasi pengelola yang lebih besar yang disebut Building Management. Organisasi Building Management pada gedung berlantai banyak bervariasi tergantung pada organisasi induk, fungsi gedung, luas lantai dan jumlah lantai. 
Dalam konteks pemeliharaan gedung, Building Management melaksanakan perawatan dan perbaikan gedung, fasilitas dan kelengkapan gedung dengan tujuan tercapainya : 
Reliabilitas ( kehandalan ) 
Availabilitas ( ketersediaan ) 
Memperpanjang umur teknis 
Memberikan nilai tambah 

Untuk mencapai hal diatas maka Building Management harus membuat jadwal pemeliharaan sesuai spesifikasinya baik fisik gedung maupun mekanikal dan elektrikalnya. 
Tindakan pemeliharan yang sifatnya mendadak dan tidak direncanakan, biasa dilakukan atas dasar komplain dari pihak penyewa/tenant. Komplain ini akan disampaikan pada customer service dan kemudian akan disampaikan kepada organisasi pemeliharaan gedung untuk ditindak lanjuti. 
d. Pemeliharaan Bangunan Dengan Meterial Metal / Logam 
Kemajuan industri dan teknologi logam (baja) sebagai material bangunan, membuat baja menjadi material yang handal dan banyak dipakai. Material ini banyak dipakai karena sifatnya yang kuat tarik maupun tekan, ringan, presisi dalam ukuran, mudah dalam pengerjaan sehingga menghemat waktu konstruksi. Namun diantara berbagai keunggulannya, material baja memiliki kekurangan yaitu sifatnya yang mudah berkarat/korosif. 
Korosi sebenarnya suatu reaksi kimia pada logam dengan unsur lain yang berhubung dengannya, sehingga terjadi erosi pada salah satu permukaaan. Korosi dapat terjadi juga bila dua jenis logam bersentuhan dan terjadi perbedaan potensial listrik. Sementara menurut faktor penyebab, korosi bisa diklasifikasikan menjadi: 1. atmospheric corrosion, 2. immersed corrosion, 3. underground corrosion. 
Selain baja yang korosif, ada beberapa jenis material logam lainnya yang tidak korosif dan lazim dipakai pada bangunan, antara lain: aluminium, stainless steel, dll. Logam jenis ini banyak dipakai dalam bangunan karena material ini tergolong material yang free maintenance. 
Karya seni bangunan dari manapun dan oleh siapapun sebaiknya dilihat sebagai bagian dari keberadaan total yang terbuka untuk dihargai dan memperkaya sumber-sumber pembangunan. Konservasi sebagai suatu proses memelihara ‘place’ untuk mempertahankan nilai-nilai estetik, sejarah, ilmu pengetahuan dan sosial yang berguna bagi generasi lampau, sekarang dan masa yang akan datang, termasuk di dalamnya ‘maintenance’ sangat tergantung kepada keadaan termasuk juga ‘preservation‟, „restoration‟, „reconstruction‟ dan „adaptation‟ dan kombinasinya. 
‘Maintenance’ bertujuan memberi perlindungan dan pemeliharaan yang terus menerus terhadap semua material fisik dari ‘place’, untuk mempertahankan kondisi bangunan yang diinginkan. Jenis pekerjaan pemeliharaan rutin juga bisa berupa perbaikan. Perbaikan mencakup ‘restoration’ dan ‘reconstruction’, dan harus diperlakukan semestinya. Kerusakan-kerusakan yang harus diperbaiki bisa diakibatkan oleh proses alami, seperti kerapuhan, lapuk, kusam atau proses pemakaian, seperti goresan, pecah dsb. 
Misalnya tentang talang : 
Pemeliharaan, inspeksi dan pembersihan talang secara rutin 
Perbaikan, restorasi; mengembalikan talang yang bergeser ketempat semula 
Perbaikan, rekonstruksi, yaitu mengganti talang yang lapuk. 

Pada pemeliharaan rutin sangat penting untuk menentukan siklus pemeliharaan dan hal ini bisa ditentukan berdasarkan data fisik gedung dan equipment yang cukup dalam bentuk dokumentasi 
Pemeliharaan pada bangunan konservasi mempunyai tingkat intervensi menurut skala peningkatan keradikalannya, yaitu : 
1. Preservasi : berkenaan secara tidak langsung terhadap pemeliharaan artifak pada kondisi fisik yang sama seperti ketika diterima olek kurator. Penampilan estetiknya tidak boleh ada yang ditambah atau dikurangi. Intervensi apapun yang perlu untuk mem „preserve‟ integritas fisiknya hanya boleh pada permukaan (kulit) saja dan tidak mencolok (seperti kosmetik). 
2. Restorasi : Menjelaskan proses pengembalian artifak pada kondisi fisik dalam periode yang silam yang berubah sebagai akibat dari perkembangan. Tahap mana yang tepat, ditentukan oleh kesejarahannya atau integritas estetikanya. Intervensi ini lebih radikal dari pada preservasi yang sederhana. 
3. Konservasi dan Konsolidasi : Menjelaskan intervensi fisik terhadap bahan/elemen bangunan yang ada untuk meyakinkan kesinambungan integritas struktural. Ukurannya dapat berkisar dari terapi minor sampai yang radikal. 
4. Rekonstitusi : Bangunan hanya dapat diselamatkan secara bagian per bagian, ditempat semula atau di tapak yang baru. 
5. Penggunaan kembali yang adaptif : Seringkali merupakan cara yang ekonomis untuk menyelamatkan bangunan dengan mengadaptasikannya pada kebutuhan pemilik barunya. Melibatkan intervensi yang agak radikal, terutama pada organisasi ruang dalamnya. 
6. Rekonstruksi : Menjelaskan tentang pembangunan kembali sebuah bangunan yang hilang di tempat semula. Bangunan rekonstruksi bertindak sebagai pengganti tiga dimensional dari struktur asli secara terukur, bentuk fisiknya ditetapkan oleh bukti arkeologis, kearsipan serta literatur.Merupakan salah satu intervensi paling radikal. 
7. Replikasi : Dalam bidang arsitektur, berkenaan dengan konstruksi tiruan bangunan sebenarnya yang masih ada, tapi jauh letaknya. Replika tersebut menyerupai aslinya. Secara fisik replika lebih akurat daripada rekonstruksi, karena prototipnya dapat dipakai sebagai alat kontrol terhadap proporsi , polichrom, tekstur. ini merupakan intervensi paling radikal, tapi mempunyai kegunaan yang spesifik untuk sebuah musium misalnya. 
Perhatian khusus dalam preservasi dan konservasi lingkungan bersejarah berbeda dari suatu negara dengan negara lain, akan tetapi beberapa prinsip yang melatar belakangi penting memelihara aset kota atau negara yang disarikan sebagai berikut: 
1. Identitas dan „Sense Of Place‟ : Peninggalan sejarah adalah satu-satunya hal yang menghubungkan dengan masa lalu, menghubungkan kita dengan suatu tempat tertentu, serta membedakan kita dengan orang lain. 
2. Nilai Sejarah : Dalam perjalanan sejarah bangsa, terdapat peristiwa-peristiwa yang penting untuk dikenang, dihormati, dan dipahami oleh masyarakat. Memelihara lingkungan dan bangunan yang bernilai historis menunjukan penghormatan kita pada masa lalu, yang merupakan bagian dari eksistensi masa lalu. 
3. Nilai Arsitektur : Salah satu alasan memelihara lingkungan dan dan bangunan bersejarah adlah karena nilai instrinsiknya sebagai karya seni, dapat berupa hasil pencapaian yang tinggi, contoh yang mewakili langgam/mazhab seni tertentu atau sebagai landmark. 
4. Manfaat ekonomis : Bangunan yang telah ada seringkali memiliki keunggulan ekonomis tertentu. Bukti empiris menunjukan bahwa pemanfaatan bangunan yang sudah ada seringkali lebih murah dari pada membuat bangunan baru. Di negara maju, proyek konservasi telah berhasil menjadi pemicu revitalisasi lingkungan kota yang sudah menurun kualitasnya, melalui program urban renewal dan adaptive-use . 
5. Pariwisata dan Rekreasi : Kekhasan atau nilai sejarah suatu tempat telah terbukti mampu menjadi daya tarik yang mendatangkan wisatawan ke tempat tersebut. 
6. Sumber Inspirasi : Banyak tempat dan bangunan bersejarah yang berhubungan dengan rasa patriotisme, gerakan sosial, serta orang dan peristiwa penting di masa lalu. 
7. Pendidikan : Lingkungan, bangunan dan artefak bersejarah melengkapi dokumen tertulis tentang masa lampau. Melalui ruang dan benda tiga-dimensi sebagai laboratorium, orang dapat belajar dan memahami kehidupan dan kurun waktu yang menyangkut peristiwa, masyarakat, atau individu tertentu, serta lebih menghormati lingkungan alam. 

Prinsip-Prinsip Konservasi Menurut Burra Charter 
1. Tujuan akhir konservasi adalah untuk mempertahankan ‘cultural significance’ (nilai-nilai estetik, sejarah, ilmu pengetahuan dan sosial ) sebuah ‘place’ dan harus mencakup faktor pengamanan, pemeliharaan dan nasibnya di masa mendatang. 
2. Konservasi didasarkan pada rasa penghargaan terhadap kondisi awal material fisik dan sebaiknya dengan intervensi sesedikit mungkin. Penelusuran penambahan-penambahan, perbaikan serta perlakuan sebelumnya terhadap material fisik sebuah ‘place’ merupakan bukti-bukti sejarah dan penggunaannya. 
3. Konservasi sebaiknya melibatkan semua disiplin ilmu yang dapat memberikan kontribusi terhadap studi dan penyelamatan ‘place’. 
4. Konservasi sebuah ‘place’ harus mempertimbangkan seluruh aspek „cultural significance’nya tanpa mengutamakan pada salah satu aspeknya. 
5. Konservasi harus dilakukan dengan melalui penyelidikan yang seksama yang diakhiri dengan laporan yang memuat ‘statement of cultural significance‟, yang merupakan prasyarat yang penting untuk menetapkan kebijakan konservasi. 
6. Kebijakan konservasi akan menentukan kegunaan apa yang paling tepat. 
7. Konservasi membutuhkan pemeliharaan yang layak terhadap ‘visual setting’, misalnya: bentuk, skala, warna, tekstur dan material. Pembangunan, peruntukan, maupun perubahan baru yang merusak ‘setting’, tidak diperbolehkan. Pembangunan baru, termasuk penyisipan dan penambahan bisa diterima, dengan syarat tidak mengurangi atau merusak ‘cultural significance place’ tersebut. 
8. Sebuah bangunan atau sebuah karya sebaiknya dibiarkan di lokasi bersejarahnya. Pemindahan seluruh maupun sebagian bangunan atau sebuah karya, tidak dapat diterima kecuali hal ini merupakan satu-satunya cara yang dapat dilakukan untuk menyelamatkannya. 
9. Pemindahan isi yang membentuk bagian dari ‘cultural significance‟ sebuah ‘place‟ tidak dapat diterima, kecuali hal ini merupakan satu-satunya cara yang meyakinkan keselamatannya dan preservasinya. 
Contoh Gambar Bangunan :
           










0 comments :

Post a Comment